DUTAMEDAN.COM, Palas/Lampung Selatan – Dalam keyakinan agama Hindu umumnya dan dresta Bali khususnya memiliki beraneka ragam upacara ke agamaan. Salah satunya adalah ritual nawa gempang,
yaitu sebuah ritual yg patut dilaksanakan oleh masyarakat bali dilingkungan tempat tinggal baik SCOPE kecil maupun SCOPE desa, apa bila ada KEDURMANGALA / kemalangan, terjadi di daerahnya Kalebuan amuk, ulah Pati, pandemi, dll.
Menurut penuturan Sulinggih, Ida Mpu Agra Dwijananda, pemimpin jalannya upacara, DURMITA/ tanda tanda buruk dan DURBIKSA atau paceklik berkepanjangan. Istilah NAWA GEMPANG. Terdiri dari Nawa- sembilan.
“Gempang- kehancuran, Nawa gempang dlm hal ini diartikan sebagai ritual yg ditujukan kepada manipestasi Tuhan sebagai Nawa sanga, tujuan agar menangkal segala hal yg mungkin akan menyebabkan kehancuran oleh roh roh gentayangan, Butacuil,” ucap dia kepada awak media.
Dengan harapan roh roh jahat dikembalikan ke asalnya atau di Somyakan, shg sifatnya yg buruk mewali bisa memberikan energi yg menguntungkan. Dg diadakan caru ini maka diharapkan seluruh isi alam akan menjadi harmonis, selaras dan seimbang antara buana alit dan buana agung.
“SIRA SANG AMUKTISARI HULUN ANEDE PENUGRAHAN IRE RINASE KADULURAN SADIA RAHAYU SELAMPAH LAKUNE SANG ADRUE TAUR OM SIDIRASTU SUDANIRMALA YA NAMA SWAHA,” tambahnya
Menurut dia, di laksanakan Caru Nawa Gembang, oleh umat Hindu Desa Bali Agung Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan, Sabtu, (25/11/2023), bertepatan dengan Rahina Tumpek Wayang, dengan melaksanakan ritual diatas, setelah dilakukan penyuda Bumi dg Nawa gempang dilanjutkan dg penglukatan sapu leger, lebih dari 1000 umat yg mengikuti upacara ini karena dari 1300 benang tridatu yg disiapkan masih kurang juga.
“Angayubagia pemargin Yadnya sampun memargi antar Labda karya, di penghujung Yadnya disiram hujan yg sangat deras, yg sedang ditunggu tunggu umat, karena belakangan ini panen gagal dilanda kemarau yg berkepanjangan.” Tutup Dia