DUTAMEDAN.COM – RUANG utama Posbloc Medan penuh sesak diisi mahasiswa dan pemuda. Suasana serupa juga terjadi di kafe-kafe sekitar ruang utama Posbloc. Kursi-kursi penuh, beberapa pengunjung harus berdiri.
Bagi anak-anak muda Medan, Pos Bloc dikenal sebagai tempat kuliner dan pusat kesenian. Tempatnya di Kilometer Nol Kota Medan, yakni Kantor Pos, seberang Lapangan Merdeka dan Hotel Grand Inna (dulu De Boer). Beberapa tahun lalu, di bundaran Kantor Pos tersebut berdiri tugu penanda Nol Kilometer. Wali Kota Medan Bobby Nasution merubuhkan tugu tersebut. Hingga kini belum terlihat ada penggantinya.
Pengelola kantor pos mengubah bangunan peninggalan Belanda yang berdiri sejak tahun 1911, menjadi ruang pertemuan dan sejumlah kafe dengan menyisakan beberapa ruang untuk aktivitas kantor pos. Bentuk aslinya masih dipertahankan.
Untuk acara Desak Anies, panitia mendesain ruang pertemuan empat persegi panjang itu. Kursi-kursi diatur dalam posisi melingkar, mengelilingi panggung yang ditempati Anies Baswedan. Di panggung tengah, selain kursi Anies, juga ada satu kursi yang ditempati penanya yang bergantian.
Nah, dalam “pengepungan” mahasiswa itulah, Anies didesak berbagai pertanyaan kritis mahasiswa. Isunya pun beragam, di antaranya dari soal dana desa tanpa pengawasan, biaya pendidikan yang mahal hingga hukum.
Amar Tanjung, mahasiswa Universitas Negeri Medan asal Kabupaten Labuhanbatu, menanyakan soal dana desa. Menurutnya, dana desa tidak tepat sasaran. Bahkan dari amatannya, kepala desa menjadi lebih kaya dari sebelumnya. Anies sepakat dana desa harus diawasi, program, peruntukan, dan pelaporan, pengeluarannya transparan sert diawasi.
Menurut Anies, harus ada mekanisme musyawarah warga desa untuk pemanfaatan dana desa, jadi bukan semata-mata oleh kepala desa dan program pusat. Ini perlu, karena setiap desa memiliki karakter masing-masing.
“Kami malah berharap anak-anak muda menjadi pengawas efektif,” ujar Anies.
Soal dana pendidikan, Amar menyebutkan sulitnya masyarakat di daerah menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi karena biaya yang mahal.
“Saya ini dari desa pak, untuk menjangkau pendidikan ke Medan sangat mahal. Pahit bagi kami anak desa, orang tua tidak sanggup. Apa gagasan Pak Anies untuk mengatasi persoalan ini?” tanyanya.
Menjawab pertanyaan Amar tersebut, Anies -mantan Menteri Pendidikan dan mantan Rektor Universitas Paramadina- mengatakan pemerintah harus meningkatkan anggaran pendidikan untuk perguruan tinggi.
“Pemerintah jangan memandang mahasiswa sebagai pembeli jasa pendidikan, tapi harus dipandang sebagai investasi. Sebagai investasi, negara ini akan diuntungkan karena mahasiswa mendorong kemajuan di negeri ini. Jadi, berhentilah memandang anggaran pendidikan sebagai beban,” katanya.
Jika terpilih sebagai Presiden, Anies juga bertekad mengembangkan Medan sebagai pusat komoditas perkebunan.
“Kita mengenal Medan dan Sumut memiliki banyak perkebunan dan pernah sangat populer kebun tembakau Deli, terbaik di dunia. Ada baiknya, kita mendirikan Institut Perkebunan Medan yang mampu bersaing dengan IPB Bogor dan ITB Bandung. Ini agar anak-anak muda belajar perkebunan, yang merupakan potensi wilayah ini,” sebut Anies lagi.
Kuliah Gratis Keluarga Miskin
Rencana-rencana Anies tersebut sudah dituangkan dalam visi misi pasangan Anies-Muhaimin (AMIN). Menurut DR Bambang Priono, anggota Dewan Pakar Timnas AMIN, dalam visi misi Indonesia Adil Makmur untuk Semua, soal pendidikan dan kesehatan menjadi fokus perhatian pasangan ini.
“Ini soal membangun manusia. Di sini, di antaranya tercakup soal pendidikan, kesehatan, penguatan keluarga, ruang hidup kota-desa, lingkungan, dan keadilan ekologisnya,” ujar Bambang.
Mengenai pendidikan, lanjut Bambang, program “Dari Buaian Sampai Lanjut Usia -Ibu Pertiwi Selalu Menjaga” dirancang biaya murah sejak usia dini hingga jenjang perguruan tinggi. Bagi keluarga miskin, pemerintan akan menggratiskan biaya kuliah.
“Saat ini kita tahu, biaya kuliah sangat mahal dan tidak terjangkau masyarakat lemah, ruang kelas juga terbatas. Ini tidak boleh terjadi, akses untuk pendidikan berbiaya murah dan pemerataannya haruslah berlaku sama, terutama masyarakat ekonomi lemah,” ucap Bambang, doktor Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin tersebut.
Selain itu, Kartu Indonesia Pintar (KIP) Plus ditambah hingga Rp500 ribu di akhir jenjang SD, SMP, SMA, kemudian KIP Kuliah Plus menerima manfaat hingga dua kali lipat, voucher kursus bahasa Inggris Rp3,5 juta per orang untuk persiapan beasiswa, jumlah sekolah inklusi untuk anak berkebutuhan khusus naik hingga dua kali lipat, juga kuota Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) juga dinaikkan dua kali lipat.
“Pemerintahan Anies, jika terpilih, juga akan memberikan pengakuan ijazah lulusan pesantren setara dengan lulusan sekolah umum,” kata Bambang.
Pentingnya Kualitas Manusia
Bagi pasangan capres/cawapres Amin, kekuatan terbesar bangsa ini untuk mewujudkan kemajuan adalah manusianya. Jumlah penduduk Indonesia saat ini sekitar 278 juta –lima besar populasi dunia. Jumlah penduduk tersebut tentu berpengaruh secara geopolitik dan geostrategis. Apalagi jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun), berdasarkan sensus penduduk 2020, mencapai 191 juta jiwa atau 70,74 dari total penduduk.
Besarnya jumlah penduduk usia muda, menurut paparan visi dan misi pasangan ini, seharusnya menjadi bonus demografi — jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan non-produktif. Bonus demografi itu akan menjadi keuntungan jika Indonesia berhasil mewujudkan generasi muda terdidik dan berkualitas. Jika tidak, bonus demografi tersebut akan berubah menjadi “tsunami demografi”.
Pasangan AMIN melihat kemungkinan terjadinya “tsunami demografi” tersebut. Alasannya, dari sejumlah fakta, generasi muda belum mendapatkan pendidikan bermutu, bahkan mayoritas hanya lulusan SD. Sekitar 80 % populasi Indonesia berpendidikan terakhir SMP. Hanya 6,4 % yang mengenyam pendidikan tinggi.
Dari segi kompetensi, fakta lain menyebutkan skor Program for International Student Assessment (PISA) pada 2018, siswa Indonesia menunjukkan penurunan skor membaca, matematika, dan sains. Dalam peringkat Global Talent Competitiveness Index 2022, Indonesia berada di urutan ke-82 dari 133 negara di dunia, di bawah negara tetangga ASEAN lainnya.
Survei PISA internasional mengukur kualitas literasi, matematika, dan sains siswa, mewakili populasi siswa usia 15 tahun di setiap negara, yang diselenggarakan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
Untuk literasi sains, secara internasional, Indonesia mengalami penurunan yakni 12 poin. Melihat tren penurunan kompetensi siswa secara internasional itu, Anies akan melakukan investasi serius, di antaranya laboratorium sains, bengkel kerja, dan perpustakaan dibangun di semua sekolah yang membutuhkan.
Anggaran dan daya saing riset perlu ditingkatkan. Guru dan tenaga kependidikan yang menjadi kunci perbaikan kualitas pendidikan penting untuk diperbaiki kompetensi dan kesejahteraannya, termasuk dengan mengangkat guru honorer yang menunjukkan kinerja yang baik.
Ketimpangan Semakin Mengkhawatirkan
Kemiskinan adalah masalah berat berikutnya. Sekitar tujuh dari 10 (68%) atau sekitar 187 juta warga tidak mampu membeli makanan dengan gizi seimbang. Delapan dari 10 petani Indonesia tergolong petani gurem dan kecil dengan penguasaan lahan di bawah dua hektar. Karena kemiskinan pula, 1-5 balita Indonesia mengalami stunting. Kesehatan fisik dan mental masih menjadi masalah.
Persoalan kemiskinan erat hubungannya dengan masalah pengangguran yang mengkhawatirkan. Fakta menunjukkan saat ini terdapat sekitar delapan juta orang di Indonesia yang menganggur. Angka ini pun problematik, karena diukur dengan kriteria pengangguran yang sangat longgar, di mana orang dianggap bekerja apabila dalam seminggu terakhir bekerja minimal satu jam,baik dibayar atau tidak.
“Realitasnya, angka pengangguran melejit di atas 50 juta jika kriteria bekerja dinaikkan menjadi 35 jam seminggu dan dibayar,” tulis pasangan ini dalam visi misinya.
Sekitar 76 % pengangguran adalah lulusan SD dan SMP, ini salah satunya disebabkan rendahnya keterampilan dan keahlian yang mereka miliki. Soal kemiskinan dan pengangguran membuka lebar jurang ketimpangan antara si kaya dan si miskin. Menurut Anies-Imin, kota-kota besar di Indonesia menjadi tempat ketimpangan sosial dan ekonomi tergambar jelas.
Belum lagi muncul fenomena baru, generasi sandwich. Generasi sandwich adalah pekerja produktif yang tidak bisa menikmati hasil kerjanya secara utuh karena harus menanggung penghidupan keluarganya.
Sensus Penduduk tahun 2020 menunjukkan 71,6 juta jiwa atau 26,54 penduduk Indonesia adalah generasi sandwich. Dampaknya, generasi ini akan sulit mendapatkan penghidupan yang layak bagi dirinya sendiri sehingga rentan jatuh ke dalam kemiskinan, dan memperparah ketimpangan.
“Negara harus hadir menghadapi situasi yang sangat mengkhawatirkan ini. Kepemimpinan nasional mendatang harus mampu mengembalikan tujuan utama bernegara, yakni mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai negara yang maju dan berkeadilan,” ujar Bambang di Medan, Jumat (8/12).
Itulah sebabnya, lanjut Bambang, pasangan AMIN mengusung isu perubahan. Perubahan tidak mungkin terjadi tanpa dukungan dari seluruh unsur kebangsaan. Perubahan adalah kerja kolektif di bawah kepemimpinan nasional yang berintegritas dan kolaboratif, lintas sektor, lintas kelompok, lintas wilayah, dan lintas generasi.
“Insya Allah kita akan mampu bersama-sama sampai pada cita-cita Indonesia yang maju, makmur, dan berkeadilan. Indonesia yang menghadirkan rasa aman dalam berdemokrasi, rasa setara dalam berekonomi, dan rasa adil dalam hukum,” tegas Bambang.
Di Posbloc, tepat di Kilometer Nol Medan dan di hadapan para mahasiswa, Anies menjawab semua desakan tentang perubahan yang diusungnya jika nanti terpilih sebagai Presiden. Perubahan harus dilakukan untuk masa depan Indonesia. Dari Kilometer Nol, Indonesia akan terus bergerak, berubah, dengan pilihan yang tepat.**