DUTAMEDAN.COM – Kitab al Nihayah Fi Gharib al Hadis Wa al Atsar(النهاية في غريب الحديث و الاثر) karya imam Majduddin Abi Al Sa’adat Al Mubarak Ibn Muhammad Ibn Abdul Karim Al Syaibani al Jazari yang masyhur dengan sebutan imam Ibnu Al Atsiir (ابن الاثير). Ibnu al Atsiir adalah nama keluarga dari tiga bersaudara yaitu Al Mubarak Majduddin, Dhiya’uddin, dan Ali. Al Atsiir di dalam bahasa Arab artinya adalah penolong dan dimuliakan, adapun Ibnu artinya adalah anak, dengan demikian Ibnu al Atsiir artinya adalah anak yang penolong dan dimuliakan.
Imam Al Mubarak Majduddin Ibnu al Atsiir mendapatkan gelar Majduddin dan Abu al Sa’adat sebagai sebuah pengakuan akan keahliannya dalam bidang hadis dan bahasa. Penyertaan al Syaibani pada namanya mengindikasikan bahwa dia berasal dari suku Syaiban.
Sedangkan al Jazari menunjukkan kampung halaman tempat kelahirannya yaitu di Jazirah Ibnu Umar di Cizre, yang letaknya sekarang di Barat Daya Turki dekat perbatasan kota Mosul – Iraq. Desa itu diberi nama al Jazari atau Jazirah Ibnu Umar sebagai sebuah bentuk penghargaan kepada seorang tokoh yang bernama Hasan Bin Umar Bin al Khatthab al Taghlibi yang telah berjasa membangun dan mendayagunakan aliran sungai Tigris dan Eufrat di desa tersebut, sehingga desa itu akhirnya populer sebagai daerah yang subur.
Imam Ibnu al Atsiir dilahirkan pada tahun 544 H (1150 M) dan wafat pada akhir bulan Dzulhijjah tahun 606 H (1210 M) di kota Mosul-Iraq dalam usia 62 tahun. Imam al Mubarak Majduddin Ibnu al Atsiir berasal dari kalangan keluarga saudagar kaya yang murah hati dan sangat dermawan. Pada tahun 565 Hijriah(1170 M) imam Ibnu al Atsiir dan keluarga meninggalkan desa al Jazari untuk pindah dan menetap di kota Mosul – Iraq dan di kota ini beliau nantinya mulai menjadi ulama ahli ulumul hadis yang ternama.
Selain itu, Imam al Mubarak Majduddin Ibnu al Atsiir memiliki banyak guru, di antara guru gurunya adalah Abdul Wahab bin Hibatullah bin Abi Habbat al Baghdadi (W 554 H), yang mengajarkan kepadanya hadis Muslim secara maushul (bersambung), Abu Bakar Yahya Da’dun Al Maghribi Al Qurthubi, Nasihuddin Abi Muhammad Said Ibn Mubarak Ibn Dahan Al Baghdadi, Abi Fadhl Abdullah Ibn Ahmad Al Thusi, Abdul Mun’im Ibn Abdul Wahab Al Harani, Abdul Wahab Ibn Sakainah, dan lain-lainnya.
Adapun di antara para muridnya adalah Abul Hasan Ali Ibn Yusuf al Qifthy (W 646 H), Shehab Qusi Ismail Ibn Hamed (W 653 H), Tajuddin Abdul Mohsen Ibn Muhammed Sheik Al Bajrbaka, dan lain-lainnya. Kitab-kitab yang ditulis oleh imam Al Mubarak Majduddin Ibnu al Atsiir di antaranya adalah, kitab Jaami’ al Ushul Fi Ahadits al Rasul, Syarah Musnad al Syafi’i, al Mukhtar Fi Manaqib al Akhyar, al Badi’, al Insaf, dan puncak karyanya adalah kitab al Nihayah Fi Gharib al Hadis Wa al Atsar.
Jika merujuk kepada penerbit Darul Fikri-Beirut, yang diterbitkan pada bulan Muharam tahun 1383 Hijriah bertepatan dengan bulam Mei tahun 1963 Miladiyah, kitab al Nihayah Fi Gharib al Hadis Wa al Atsar, terdiri atas 5 jilid. Adapun jilid pertama kitab al Nihayah Fi Gharib al Hadis Wa al Atsar terdiri atas 472 halaman, berakhir pada huruf ha (ح) dengan pembahasan tentang hadis Ibnu Umair (و فى حديث ابن عمير). Sedangkan kitab terakhir atau jilid ke-5 dari kitab al Nihayah Fi Gharib al Hadis Wa al Atsar terdiri atas 492 halaman.
Metode yang digunakan oleh imam al Mubarak Majduddin Ibnu al Atsiir di dalam kitab al Nihayah dalam upaya memahami lafadz lafadz yang gharib adalah pertama, menggunakan banyak sumber untuk untuk mensyrah al hadis dan menafsirkan Alquran, menggunakan akhbar al ‘Arab meliputi Syi’ir, bahr, khutbah dan nazam.
Kedua, banyak menggunakan disiplin ilmu dalam menafsirkan dan mensyarah, seperti menggunakan fiqh, nahwu, sastra atau balaghah, bayan, ma’ani, dan sharaf. Ketiga, hati-hati dan tidak menggunakan dugaan dalam penafsiran dan syarahnya, dengan satu tujuan memurnikan makna yang terkandung dalam lafazd tersebut, inilah yang dikenal dengan nomenklatur takhlis al ma’na. Keempat penafsiran dan pensyarahan dikemukakan dengan lebih ringkas dan sangat mudah untuk dipahami.
Imam al Mubarak Majduddin Ibnu al Atsiir dalam menulis kitab al Nihayah Fi Gharib al Hadis Wa al Atsar berpedoman kepada kitab Gharib al Qur’an Wa al Hadis karya imam al Harawi dan kitab al Mughits Fi Gharib al Qur’an Wa al Hadis karya imam Abu Musa Muhammad Ibn Abi Bakar al Madini. Setelah imam al Mubarak Majduddin Ibnu al Atsiir wafat, tidak ada lagi yang menulis kitab tentang Gharib al Hadis kecuali imam Ibnu Hajib yang wafat pada tahun 646 Hijriah.
Adapun ulama lain setelah itu hanya membuat ikhtishar (ringkasan) terhadap kitab al Nihayah tersebut, hal itu seperti yang dilakukan oleh syekh Ali bin Husamuddin al Hindi yang kitabnya diberi nama al Muttaqi (W 975 H). Imam Isa Ibn Muhammad al Shafawi (W 953 H) juga melakukan hal yang sama yaitu meringkas kitab al Nihayah Fi Gharib al Hadits Wa al Atsar. Imam Shafiyuddin Mahmud Ibn Abi Bakar al Armawi hanya memberikan lampiran terhadap kitab al Nihayah.
Adapun imam Jalaluddin al Suyuthi membuat hamisy atau catatan tepi terhadap kitab al Nihayah Fi Gharib al Hadis Wa al Atsar yang diberi nama kitab al Durrun Natsir Talkhis Nihayah Ibnu Atsir. Kitab al Nihayah Fi Gharib al Hadis juga ditulis dalam bentuk sya’ir oleh imam Imaduddin Abul Fida’ Ismail Ibn Muhamnad al Ba’labaki al Hanbali (W 785 H) dan kitab tersebut diberi nama al Kifayah Fi Nudhum al Nihayah.
Contoh gharib al hadis yang dijelaskan oleh imam al Mubarak Majduddin Ibnu al Atsiir sebagaimana yang tercantum pada jilid 1 kitab al Nihayah Fi Gharib al Hadits Wa al Atsar, halama 46, pembahasan tentang ازم yang di dalam bahasa Arab biasa diartikan dengan menggigit (عضه) atau menderita paceklik (اشتد قحطه) tetapi oleh Nabi Saw kata ازم القوم dimaknai dengan امسكو ا عن الكلام كما يمسك الصاءم عن الطعام. Artinya, mereka menahan diri dari berkata-kata sebagaimana orang yang berpuasa menahan diri dari makan-makanan.
Jika hanya mengandalkan kemampuan lughah atau bahasa semata tanpa dibantu oleh wawasan Ilmu Gharib al Hadis dan kitab al Nihayah Fi Gharib al Hadis Wa al Atsar, niscaya apa yang Nabi Saw maksudkan dengan kalimat ازم القوم pada matan hadis tersebut tidak akan tergali maknanya dan berpeluang besar terjadi kesalahan dalam memahami matan atau redaksi hadis.
Oleh karenanya bersyukurlah kita kepada Allah Swt dan berterimakasih kepada para ulama yang ahli dalam Ilmu Gharib al Hadis yang telah memberi sumbangsih besar bagi umat Islam dalam memahami kata atau kalimat yang gharib (asing). Dan kita tidak lupa pula berterimakasih yang tidak terhingga kepada imam al Mubarak Majduddin Ibnu al Atsiir yang telah mempersembahkan karya besar terakhirnya yaitu kitab al Nihayah Fi Gharib al Hadis Wa al Atsar di tengah-tengah kondisi sakit Nigris (sejenis penyakit tulang) yang dideritanya, yang juga membuat tangan dan kakinya akhirnya lumpuh.
Semoga Allah Swt memberikan balasan surga untuknya. Aamiin Ya Rabbal’alamin.
Wallahu’alam. DM
Penulis adalah Dosen Hadits Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa
Artikel Tafakur Al Nihayah Fi Gharib Al Hadis: Mutiara Terakhir Ibnu Al Atsiir pertama kali tampil pada DUTAMEDAN.