DUTAMEDAN.COM, MEDAN – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan meminta agar lembaga Pengadilan menghentikan persidangan yang digelar dalam jairingan (daring) atau online sebagaimana yang masih berlangsung dalam persidangan di Pengadilan.
Sikap LBH Medan itu mengacu pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2023 terkait Penetapan Berakhirnya Status Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang berarti segala kegiatan yang dilaksanakan secara Online dapat dilaksanakan secara Offline.
Hal tersebut menurut LBH Medan tidak terlepas dengan pelaksanaan sidang di Pengadilan yang masih digelar secara online. Selain itu, sidang secara offline juga sejalan dengan adanya Instruksi Mendagri Nomor 53 tahun 2022 tentang Pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 pada Masa Transisi menuju Endemi.
Instruksi Mendagri, sebut LBH, sejalan dengan dengan Surat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Nomor M.HH-OT.02.02-02 perihal pencegahan, penanganan, dan pengendalian penyebaran Covid-19 pada masa Transisi Menuju endemi di lapas/ Rutan.
“Serta telah dikuatkan sebagaimana berdasarkan Surat Keputusan Direktur jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-04.OT.02.02 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Pelaksanaan layanan pemasyarakatan pada Masa Transisi Menuju endemi, Sehingga sudah sepatutnya secara hukum Pelaksanaan persidangan secara offline harus dilaksanakan,” jelas Direkrur LBH Medan Irvan Saputra dalam keterangan pers yang dikirim kepada para wartawan, Rabu 22 November 2023.
Menurut Irvan, bahwa persidangan Online saat ini tidak cukup memberikan rasa Keadlian dimuka Persidangan. Ia memberi contoh, semisal terdakwa tidak dapat mengikuti secara langsung persidangan dan cenderung terdakwa sulit mengetahui proses pembuktian secara utuh dan langsung.
“Sehingga berpengaruh kepada hukuman yang dijatuhkan kepadanya,” ujarnya.
Lanjut Irvan, bahkan sering kali terdakwa hanya pasif menunggu hasil putusan tanpa bisa menelaah secara jelas terkait putusan yang dihadapinya.
“Persidang online juga merugikan hak Terdakwa dalam mengetahui proses hukum yang sedang dihadapinya dan terdakwa juga tidak dapat memberikan keterangan secara langsung dan jelas dimuka persidangan,” ujarnya.
Sering kali juga sidang online dalam perkara pidana kerab menimbulkan masalah atau kendala teknis dari sisi sarana dan prasarana, seperti masalah jaringan, sidang melalui handphone (video call) sehingga menyebabkan sulit para tim hukum terdakwa menemukan kebenaran materil dalam persidangan di Pengadilan.
“Terdakwa akan kehilangan hak untuk berkomunikasi dengan pengacaranya sebelum persidangan,” ungkap Irvan.
Direktur LBH menjelaskan bahwa lazimnya seorang pengacara akan berbicara terlebih dahulu dengan terdakwa untuk kepentingan rangka hak hukumnya, namun karena sidang dilaksanakan secara online sehingga para Pengacara mengalami kesulitan untuk berbicara langsung dengan kliennya.
“Padahal itu hak dari terdakwa yang telah diatur dalam KUHAP,” paparnya.
LBH Medan juga menilai sidang pidana secara online tidak sejalan dengan tujuan hukum acara pidana untuk mencari kebenaran materil dalam mengungkap sebuah perkara.
“Jika persidangan pidana secara online terus digelar bakal mengganggu prinsip fair trial (peradilan jujur dan adil). Sebab, infrastruktur untuk mendukung peradilan online yang kurang memadai potensial mengurangi keabsahan proses pembuktian,” ujarnya.
“Serta bertentangan dengan UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan KUHAP. Oleh karena itu sudah seharusnya saat ini sidang digelar secara langsung di pengadilan,” pungkas Irvan Saputra. (*)