DUTAMEDAN.COM, MEDAN – Indonesia, negeri dengan peringkat ketiga sebagai konsumen rokok kretek terbesar di dunia, menyaksikan perjalanan luar biasa industri kretek sebagai tulang punggung ekonomi.
Kesuksesan ini, bagaimanapun, tidak bisa dilepaskan dari kompleksitas peran menonjol buruh perempuan, yang tidak hanya menjadi pendorong produksi rokok, tetapi juga penjaga keberlanjutan tradisi. Kota Kudus, yang dijuluki “kota kretek,” menjadi saksi bisu perkembangan ini dengan puluhan ribu buruh perempuan yang mengukir sejarah setiap harinya.
Melangkah dari Awal Abad 20
Industri kretek memulai perjalanan luar biasa ini saat Haji Jamahri dari Kudus memperkenalkan kretek pada tahun 1880-an. Namun, benih sejati inovasi ditanam oleh Nitisemito dari Jati, Kudus, yang mendirikan pabrik kretek pertama pada awal abad ke-20. Sejak itu, puluhan ribu pabrik kretek tumbuh subur di seluruh tanah air.
Buruh Perempuan Sebagai Tulang Punggung
Keunikan industri kretek juga tercermin dalam peran besar buruh perempuan. Sejak awal abad ke-20, perempuan telah menjadi pilar produksi kretek, khususnya melalui sistem abon di luar pabrik. Keterampilan, ketelitian, dan dedikasi buruh perempuan menjadi fondasi keberhasilan produksi, terutama dalam unit Sigaret Kretek Tangan (SKT).
Inovasi dan Persaingan
Pada tahun 1968, pabrik Bentoel memperkenalkan Sigaret Kretek Mesin (SKM), membawa persaingan dengan SKT. Meskipun SKM mengandalkan mesin, SKT tetap memiliki daya saing dengan kualitas unggul dan varian yang beragam. Namun, pada tahun 1986, tren masyarakat beralih ke SKM, memberikan tantangan baru bagi industri kretek tradisional.
Krisis Moneter dan Pemulihan Gemilang
Krisis moneter tahun 1997 memberikan pukulan singkat pada industri kretek, tapi permintaan yang membaik setelahnya memulihkan keadaan. Pada tahun 2002, industri kretek melakukan rekrutmen besar-besaran, khususnya buruh perempuan untuk produksi SKT yang membutuhkan ketelitian dan kecepatan.
Tantangan dan Ancaman
Tantangan bagi industri kretek muncul seiring perkembangan. Peralihan selera masyarakat, regulasi pemerintah, dan kebijakan pajak cukai menjadi ancaman pada kelangsungan industri ini. Ancaman terhadap buruh perempuan, termasuk ketakutan akan pemutusan hubungan kerja, menyoroti kompleksitas perlindungan dan kesejahteraan pekerja industri kretek.
Keseimbangan Tradisi dan Inovasi
Perkembangan industri kretek menandakan keseimbangan yang indah antara tradisi dan inovasi. Meskipun SKM membawa perubahan, tradisi produksi SKT dan peran buruh perempuan tetap mempertahankan kekayaan budaya dan keberlanjutan industri di Indonesia.
Menghadapi Masa Depan
Industri kretek, yang tumbuh dari inovasi sederhana, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan dan ekonomi masyarakat.
Perjalanan ini memberikan pelajaran berharga bahwa keberlanjutan industri kretek tidak hanya bergantung pada kemajuan teknologi, tetapi juga pada peran buruh, respons terhadap tantangan eksternal, dan kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara tradisi dan inovasi.
Dalam menghadapi masa depan, menjaga harmoni ini akan menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan dan relevansi industri kretek di Indonesia. Sebuah jejak perjalanan yang diwarnai oleh keunikan, ketekunan, dan keberanian perempuan di balik setiap batang kretek yang merokok. (*)