DUTAMEDAN.COM – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyoroti aksi mogok nasional yang bakal dilakukan serikat buruh, gara-gara permintaan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2024 sebesar 15 persen tidak dikabulkan.
Adapun kenaikan UMP 2024 sendiri mengacu pada formulasi yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023. Jelang batas akhir penetapan UMP 2024 pada Selasa (21/11/2023) sore, kenaikan tertinggi pada suatu provinsi berada di kisaran 7,5 persen.
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, pun menegaskan bahwa mogok kerja nasional tidak dibenarkan dalam aturan yang ada. Bahkan, ia khawatir aksi itu justru berdampak buruk bagi perputaran ekonomi.
Tidak Semua Bisa Diajak Mogok
Indah beranggapan, tidak semua pekerja bisa diajak mogok nasional. “Kalau diajak mogok, dia tidak bekerja. Berarti dia tidak dapat pendapatan, padahal punya kebutuhan pribadi,” imbuh dia.
Selain itu, ia menilai aksi tersebut juga bukan berarti jadi keinginan seluruh buruh atau pekerja. “Kedua, itu kan ganggu kepentingan umum, keberlangsungan usaha,” sambungnya.
Ajak Buruh Diskusi
Oleh karenanya, Indah mengajak buruh untuk kembali berdiskusi soal kenaikan UMP 2024 yang dianggap belum memenuhi ekspektasi.
Sebab menurutnya, yang terpenting itu adakah kenaikan upah bagi pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 tahun. Sementara upah minimum provinsi berlaku bagi pekerja dengan masa kerja di bawah 1 tahun.
“Jadi yang kita sounding kan, kenapa kita tidak dialog, diskusikan. Mungkin ada yang belum paham, mungkin kami yang belum jelas. Kalau tiba-tiba mogok, apakah itu jadi solusi?” tanyanya.
“Jadi sekali lagi, segala dinamika hubungan industrial, mari kita diskusikan,” pungkas Indah.
Cuma 1,9 Juta Pekerja Berhak Terima Kenaikan UMP 2024
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 memberikan batas waktu hingga 21 November 2023 bagi penetapan upah minimum provinsi, atau UMP 2024. Namun, kenaikan upah minimum tersebut semustinya hanya berlaku bagi sekitar 1,9 juta pekerja saja.
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri mengatakan, kenaikan upah minimum provinsi 2024 berlaku untuk pekerja formal dengan masa kerja di bawah 1 tahun. Sementara untuk upah bagi pekerja informal yang berstatus Bukan Penerima Upah (BPU) tidak diatur dalam PP 51/2023.
Menurut perhitungannya, ada sekitar 50 juta pegawai yang berstatus sebagai pekerja formal. Namun, hanya sekitar 3,8 persen atau 1,9 juta pekerja yang punya masa kerja tak lebih dari setahun.
“Pekerja formal kita asumsikan 50 juta orang. Ini asumsi kasar ya. Kalau 1 tahun ke bawah sekitar 3,8 persen,” ujar Indah dalam sesi konferensi pers, Selasa (21/11/2023).
Indah mengatakan, pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 tahun seharusnya tidak lagi diberi gaji sesuai upah minimum provinsi. Sehingga 48 juta pekerja formal semustinya menerima gaji sesuai dengan tingkat produktivitasnya.
“Jadi ada sekitar 96 persen lebih yang di atas 1 tahun. Harusnya upah berbasis produktivitas, dengan instrumen struktur skala upah (SUSU),” terang dia.
Penetapan UMP 2024
Atas dasar itu, pemerintah menetapkan UMP 2024 dengan penghitungan inflasi, pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu berskala 0,1-0,3. Hitungan tersebut juga hanya berlaku bagi pegawai dengan masa kerja kurang dari 1 tahunm
“Maka kenaikannya (UMP 2024) enggak akan mungkin Rp 1-2 juta. Harusnya konsentrasinya fokus kepada kelompok pekerja yang masa kerjanya di atas 1 tahun ke atas. Mungkin di sektor-sektor besar ketika sudah 1-2 tahun bisa naik Rp 1-2 juta. Tapi kalau di bawah 1 tahun, kita pahami naiknya hanya Rp 100-200 ribu,” tuturnya. (liputan6.com)