INTERNASIONAL, DUTAMEDAN.COM – Serangan jet-jet tempur dan bom rezim teroris ‘Israel’ tanpa henti di Gaza sejak 7 Oktober berdampak langsung pada perekonomian negara haram tersebut. Menurut foreignpolicy.com, banyak maskapai penerbangan berhenti terbang ke ‘Israel’ sementara pemerintah Zionis meminta aktivitas di ladang gas dihentikan untuk meminimalkan risiko serangan yang ditargetkan.
Shekel ‘Israel’ anjlok pada level terendah selama 14 tahun, bank sentral telah memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun ini dari 3 persen menjadi 2,3 persen, dan industri-industri terkemuka sedang menghadapi gangguan.
Rezim terror ini juga memasuki perang dengan cadangan $200 miliar dan bantuan $14 miliar, terutama untuk pendanaan militer, dari Amerika Serikat. Namun para ahli mengatakan konflik yang sedang berlangsung akan merugikan perekonomian ‘Israel’ miliaran dolar lebih banyak dan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dibandingkan masa lalu.
Untuk kembali memperkuat ekonomisnya, relawan ‘Israel’ di dalam dan luar negeri turut menyumbang tenaga kerja tambahan dan bantuan ekonomi—sebuah tindakan yang mengagumkan namun tidak cukup untuk menutupi kekurangan ekonomi.
Michel Strawczynski, seorang ekonom di Universitas Ibrani Yerusalem dan mantan direktur departemen penelitian di bank sentral ‘Israel’, mengatakan kerugian dari dua konfrontasi sebelumnya—perang Lebanon pada musim panas 2006 dan melawan pejuang Hamas pada tahun 2014—menghabiskan biaya hingga 0,5 persen dari PDB dan terutama berdampak pada sektor pariwisata.
Namun kali ini, “estimasinya adalah penurunan sebesar 3,5 persen menjadi 15 persen secara tahunan” pada kuartal terakhir tahun ini.
Seluruh kota telah ditinggalkan dan bisnis ditutup karena 250.000 orang telah dievakuasi dan terpaksa mencari perlindungan di hotel-hotel di negara tersebut atau dengan kerabat yang tinggal di tempat lain.
Selain itu, seruan terhadap 360.000 tentara cadangan, yang dipekerjakan di berbagai pekerjaan, telah melemahkan perusahaan dan membuat kelangsungan bisnis mereka yang menghasilkan keuntungan menjadi sulit.
“Perang ini akan menimbulkan biaya tambahan dibandingkan dengan dua konfrontasi (sebelumnya) juga karena partisipasi besar-besaran dari pasukan cadangan, yang dimasukkan ke dalam pasar tenaga kerja pada waktu normal namun akan mangkir dari pekerjaan mereka selama perang,” kata Strawczynski.
“Jika perang berkepanjangan, dampak kekurangan sumber daya manusia akan berdampak besar pada perekonomian ‘Israel’,” tambahnya.
Sementara itu, pariwisata, sebuah sektor yang dianggap menyumbang 3 persen PDB ‘Israel’ dan secara tidak langsung menyediakan 6 persen total lapangan kerja, juga terkena dampak yang fatal. Pantai di Tel Aviv dan jalan berbatu di kota tua Yerusalem, yang merupakan tempat wisata utama, keduanya masih kosong.
Catatan lain menunjukkan sejak awal perang, setidaknya 126.000 warga Zionis dari negara tetangga Gaza dan Lebanon selatan pindah ke tempat lain dan ditempatkan di hotel dan pusat komunitas. Diperkirakan juga 250.000 penduduk ilegal ‘Israel’ meninggalkan koloni tersebut ke tempat lain di mana mereka memiliki kewarganegaraan aslinya.
Situasi ini berdampak besar terhadap dunia usaha di koloni penghuni liar, dimana 61.000 penghuni liar mengambil cuti tanpa dibayar. Selain itu, ladang gas alam Tamar yang dioperasikan oleh Chevron ikut ditutup karena kekhawatiran akan serangan roket dari pejuang Palestina. Diperkirakan penutupan ladang ini akan merugikan perekonomian ‘Israel’ sebesar $200 juta untuk setiap bulan penutupannya.
Dalam upaya putus asa untuk menghindari risiko aksi industrial yang dilakukan oleh 60.000 pekerja konstruksi Palestina yang merupakan tulang punggung industri konstruksi ‘Israel’, negara ilegal tersebut kini berencana untuk mendatangkan pekerja dalam jumlah yang cukup dari Asia Tenggara untuk menggantikan mereka.
Industri teknologi ‘Israel’ sudah mengalami kesulitan sebelum perang. Meskipun biasanya menyumbang 48 persen ekspor ‘Israel’, dan menghasilkan rekor $21 miliar pada tahun 2021, jumlah tersebut berkurang setengahnya pada tahun 2022.
Angka ini turun lagi sebesar 68 persen pada paruh pertama tahun 2023 dan perang yang terjadi saat ini akan semakin merusak aspek penting dari kebijakan luar negeri ‘Israel’. Meski pun elit militer ‘Israel’ telah memulai perang saudara untuk mengusir warga Palestina keluar dari Gaza, semakin lama perang tersebut berlarut-larut, semakin buruk pula konsekuensi ekonomi yang akan ditimbulkan bagi entitas Zionis. (hdy/nt)